TabloidPulsa.id – Dampak ekonomi selama pandemi Covid-19, selain telah mengancam mata pencarian jutaan orang, juga menjadi jalan baru bagi para pelaku tindak kejahatanuntuk memanfaatkan mereka yang paling banyak membutuhkan bantuan dari negara.
Sebagai contoh di Amerika Serikat, karena secara historis tingkat pengangguran cukup rendah, lembaga asuransi pengangguran (unemployment insurance/UI) di negara tesebut mengalami kekurangan staf dan tidak siap untuk klaim yang datang bertubi-tubi karena pandemi. Selain itu, CARES Act melonggarkan pengawasan agar pihak asuransi bisa segera mencairkan dana untuk masyarakat yang tidak bekerja atau kehilangan pekerjaan. Meskipun mendapatkan bantuan bagi mereka yang membutuhkan adalah hal penting, namun potensi lembaga terkena aksi penipuan yang dilakukan oleh jaringan kriminal terorganisir pada skala yang belum pernah terlihat sebelumnya menjadi besar.
Sebagai perusahaan global terdepan di bidang analitik data, SAS memberikan panduan bagaimana mengidentifikasikan terjadinya kasus penipuan dengan menggunakan identitas palsu. Salah satu taktik yang paling umum terjadi adalah penggunaan kredensial identitas yang dicuri seperti nama, nomor dan alamat Jaminan Sosial untuk mengajukan klaim dan membuka rekening atas nama orang lain, lalu mengalihkan dana ke diri mereka sendiri. Dalam banyak kasus, pencuri identitas memiliki sejumlah besar kredensial milik orang lain, menunggu kesempatan yang tepat untuk melakukan aksinya. Pandemi Covid-19 telah menjadi peluang baru untuk menipu, meskipun untuk banyak klaim palsu, proses pencurian identitas dimulai jauh lebih awal.
SAS mengidentifikasikan 4 langkah bagaimana terjadinya pencurian identitas untuk dimanfaatkan sebagai aksi penipuan. Pertama, penerobosan data. Seperti diketahui,ada miliaran data pribadi yang dibongkar setiap tahun. Sebuah studi RiskIQ baru-baru ini menemukan bahwa lebih dari 16.000 catatan per menit disusupi pada tahun 2020. Pada paruh pertama tahun 2020 saja, Twitter, Marriott, MGM Resorts, dan Zoom semuanya mengalami kasus ini.
Berikutnya, data pribadi tersebut dijual di dark web. Apa itu dark web? Di samping internet yang sebagianbesar bisa diakses, terdapat arsip raksasa dari materi yang belum terindeks yang disebut web dalam (deep web), dan bagian web dalam yang tersembunyi dengan baik yang disebut dark web. Sifat rahasia dari web jenis ini telah membantunya menjadi pasar pencurian identitas, di mana pelaku kejahatan dapat membeli dan menjual informasi pribadi hampir tanpa nama. Miliaran catatan identitas yang dicuri tersedia dengan harga yang sangat rendah. Nomor Jaminan Sosial dapat dijual seharga $ 1 dan nomor kartu kredit / debit seharga $ 5. Kumpulan informasi lengkap seseorang berharga sekitar $ 8.
Setelah itu, pencuri identitas yang sebenarnya pun akan datang. Satu dari empat orang yang diberi tahu bahwainformasi mereka telah terungkap. Karena sebagian besar data mereka telah disusupi beberapa kali, hal ini akan menjaring sekitar satu orang yang identitasnya dicuri setiap tiga detik. Anehnya, data pribadi dicuri dan kemudian dijual di dark web tidak sama dengan pencurian identitas. Pencurian identitas tidak terjadi sampai informasi yang dicuri digunakan untuk keuntungan finansial.
Dan keempat, peluang memperoleh keuntungan finansial tersebut seringkali datang dalam bentuk program pemerintah. Menurut Federal Trade Commission, penipuan dalam program pemerintah menyumbang 22% dari semua pencurian identitas, nomor dua setelah penipuan perbankan. Namun, data tersebut berasal dari sebelum pandemi, karena penipu semakin menargetkan program pemerintah pada tahun 2020, kemungkinannya akan jauh lebih tinggi sekarang.
Kasus penipuan yang merajalela selama pandemi tidak terjadi karena data dicuri dalam sebulan, minggu, atau tahun terakhir, namun hal ini terjadi pada data yang telah dicuri, dibeli, dijual, dan digabungkan kembali selama lima tahun terakhir. Para pelaku tindak kejahatan tersebut telah menunggu kesempatan sebesar ini untuk menampilkan dirinya dan sekarang memanfaatkan momentumnya.
Penipuan pada skala dan volume ini membutuhkan teknologi yang dapat menyaring dan menganalisis data dalam jumlah besar untuk mengidentifikasi klaim yang dapat disetujui dengan cepat, dan klaim yang berisiko lebih tinggi atau dicurigai untuk dianggap sebagai penipuan. Dengan kemungkinan paket stimulus lain yang akan datang, para pelaku penipuan dan jaringan kriminalnyayang telah dipersenjatai jutaan data dan informasi pribadi yang telah dicuriakan melihat kesempatan itu.
Untuk melawan kecanggihan tersebut, maka harus menerapkan teknologi analitik yang komprehensif untuk mengidentifikasi anomali dan pola dari jutaan klaim asuransi, dan menandai dugaan penipuan.Melalui inovasi perangkat lunak dan layanannya, SAS memberdayakan pelanggan di seluruh dunia untuk melakukan transformasi data ke intelijen.