tabloidpulsa.id – Di tengah derasnya arus kemajuan teknologi, Artificial Intelligence (AI) kini bukan sekadar alat bantu, tetapi telah menjadi katalis perubahan yang menginspirasi cara baru dalam berkreasi, berinovasi, dan mengekspresikan diri.
Melihat fenomena ini, Magnifique Indonesia resmi menghadirkan sesi IdeaTalks Magnifique 2025 bertema “The Impact of AI: Support or Threat for Creative Industry” sebagai bagian dari rangkaian festival kreatif IdeaFest 2025.
Sesi ini digelar pada Sabtu, 1 November 2025, dengan menghadirkan empat tokoh lintas bidang: Raline Shah (Seni dan Pemerintahan), Marianne Rumantir (Media Kreatif), Belinda Luis (Teknologi AI), dan Amanda Simandjuntak (Edukasi).
Diskusi ini dipandu oleh Arifaldi Dasril, praktisi komunikasi sekaligus Founder & Managing Partner Magnifique Indonesia.
Pertumbuhan Teknologi dan Kreativitas Digital di Indonesia
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2025, penetrasi internet nasional mencapai 80,66%, atau sekitar 229,4 juta pengguna.
Masyarakat Indonesia juga tercatat menghabiskan lebih dari 40 jam per bulan untuk menonton video pendek, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar konten digital terbesar di dunia.
Melihat peluang besar ini, industri kreatif nasional dituntut beradaptasi dengan cepat.
AI kini hadir bukan hanya sebagai alat produksi, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam menciptakan nilai baru, mempercepat proses produksi, dan memperluas jangkauan karya kreatif.
“Perkembangan AI bukan akhir dari industri kreatif, melainkan awal dari era baru yang penuh potensi,” ujar Arifaldi Dasril.
“Tantangannya bukan apakah AI akan menggantikan manusia, tapi bagaimana kita mengoptimalkannya untuk menciptakan karya yang lebih orisinal dan relevan. Kreativitas sejati tetap bersumber dari empati dan intuisi manusia—dua hal yang belum bisa diprogram oleh mesin.”
AI Sebagai Penggerak Ekonomi Kreatif
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), kontribusi sektor ekonomi kreatif nasional pada 2023 telah menembus Rp1.300 triliun dan menyerap lebih dari 24 juta tenaga kerja.
Menanggapi potensi besar tersebut, Raline Shah, yang kini menjabat sebagai Special Advisor to the Minister of Communications and Digital Affairs, menuturkan:
“AI diprediksi membuka peluang kerja baru di tiga sektor utama: industri konten dan kreator melalui otomatisasi editing dan dubbing, industri game dan animasi untuk mempercepat pembuatan aset visual, serta UMKM digital untuk personalisasi iklan dan foto produk. Namun, keberhasilan penerapan AI tetap bergantung pada kreativitas manusia di baliknya.”
AI Sebagai Pendamping Kreatif, Bukan Pengganti
CEO dan Co-Founder TS Media, Marianne Rumantir, melihat AI sebagai pendamping kreatif yang memperkuat storytelling, bukan menggantikannya.
“AI membuat proses produksi konten lebih efisien. Namun tugas kami kini berubah, dari sekadar pembuat konten menjadi kurator yang menjaga sentuhan manusia dan keaslian cerita. Human touch tetap jadi faktor utama yang membangun hubungan emosional dengan audiens,” jelasnya.
Sektor konten digital, game, dan animasi disebut Komdigi sebagai tiga bidang yang akan paling merasakan dampak positif dari penerapan teknologi AI.
Inovasi Nyata di Industri Teknologi dan Fashion
Sementara itu, Belinda Luis, Founder Pixie Lab dan Genexyz, menyoroti bagaimana teknologi AI kini sudah bertransformasi dari konsep menjadi aplikasi nyata.
“Di Pixie Lab, kami menggabungkan AI dengan data biometrik wajah dan kulit manusia untuk menciptakan sistem kecantikan berbasis personalisasi. Teknologi ini tidak hanya menganalisis, tapi juga berusaha memahami karakter dan kebutuhan unik setiap individu,” ungkap Belinda.
Menurutnya, AI bisa menjadi alat pemberdayaan yang membantu setiap orang menemukan versi terbaik dari dirinya melalui teknologi yang human-centered.
Menyiapkan Talenta Muda di Era AI
Perkembangan AI yang pesat juga menuntut kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), terutama generasi muda, agar tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pencipta teknologi.
Amanda Simandjuntak, Co-Founder Markoding dan Perempuan Inovasi, menegaskan pentingnya etika dan kesadaran dalam pemanfaatan AI.
“Tantangan terbesar anak muda Indonesia bukan sekadar menguasai teknologi, tapi menjadi kreator yang bertanggung jawab. Penguasaan teknis saja tidak cukup. Kita perlu mengembangkan pemikiran kritis dan etika agar teknologi yang diciptakan tidak merugikan atau menghapus hak kreativitas orang lain,” katanya.
AI dan Masa Depan Industri Kreatif Indonesia
Sesi IdeaTalks Magnifique 2025 menegaskan bahwa menghadapi era AI bukan tentang rasa takut, melainkan tentang adaptasi, kolaborasi, dan penguatan nilai kemanusiaan.
Para pembicara sepakat, AI adalah akselerator, bukan ancaman, selama manusia tetap menjadi pusat dalam proses kreatif.
Dengan mengusung semangat “(Cult)ivate The Culture”, IdeaTalks Magnifique 2025 menjadi wadah bagi para pelaku industri kreatif untuk menumbuhkan budaya kolaboratif yang memadukan teknologi, kreativitas, dan nilai kemanusiaan menuju masa depan industri kreatif Indonesia yang berkelanjutan.
Cek berita teknologi terkini, review gadget, rekomendasi ponsel, tips & trick, tren lifestyle dan video tabloidpulsa.id di Google News.



